Sunday 27 December 2015

Drama

Posted by Wahyu Aji. Category:

Aisyah :
 assallamu’alaikum wr. Wb. Perkenankanllah kami di sini para santriwan dan santriwati berbagi berbagi cerita kepada bapak dan ibu serta teman teman semua.
Mahmud : 
sepenggalan cerita yang menggambarkan sosok wanita lemah, tapi sangat berjasa bagi kita semua.
Isnan : 
sosok itu adalah ibu kita. Dialah wanita yang paling mulia di dunia ini.
Serli : 
di suatu siang yang sangat cerah, datang seorang wanita lemah memasuki rumah yang mewah llaksana istana. Perlahan lahan diketuknya pintu kayu yang koloh.
Mahmud : Dari dalam muncullah seorang laki laki gagah membukakan pintu. Laki laki itu adalah anaknya.
Isnan: “ ada apa ibu ? mengapa kamu datang di siang begini ?”
Nur aisyah : “ maafkan aku duhai anakku, bolehkah aku pinjam uang seratus ribu untuk beli beras. Sudah seharian ini ibu belum makan karena tidak punya beras nak.”
Mahmud : “ duhai ibu, istriku tidak ada di rumah, sekarang pulanglah nanti kukirimi engkau beras.”
Serli : “ baiklah nak ibu permisi dulu.”
Mahmud : ibu itu berjalan perlahan lahan sambil memegangi perutnya yang keroncongan. Rumahnya yang berjarak lima kilo terasa amat jauh dikaki tuanya yang lemah.
Nur : sesampai di depan rumah, mata tuanya mulai merasakan kegelapan. Tak beberapa lama,diapun terhuyung dan jatuh.
Isnan : tetangganya berlarian menolong memapah wanita tua itu. Badannya panas, salah satu tetangganya segera menemui anak ibu itu.
Mahmud : “ apa ibu aku sakit, waduh bagaimana ini, aku banyak pekerjaan, bagaimana mungkin aku datang ke sana. Ya sudah pak, nanti saya kirimi pembantu saya untuk menjaga beliau.   
Aisyah: hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tapi anak laki laki itu tidak pernah berkunjung untuk menengok ibunya. Sementara sakit yang dia rasakan semakin parah.
Serli : suatu hari wanita itu memanggil pembantu yang merawatnya: “ tolong sampaikan kepada tuanmu, aku pengen ketemu.
Mahmud : “ baik ibu, akan saya sampaikan. Tapi ibu makanlah terlebih dahulu, sudah dua hari ibu belum makan, obat belum diminum, nanti ibu semakin parah. Cobalah ibu semangat. Tuan saya pasti datang.
Isnan : beberapa hari kemudian anak laki lakinya memang benar benar datang untuk menunggui ibunya. Dengan membawa segudang kertas dan laptopnya.
Nur aisyah : di tengah malam sang ibu memanggil anaknya yang sedang sibuk menatap layar kotak, tanagannya sibuk mengetik sesuatu. “ anakku ibu haus, ambilkan ibu minum.
Mahmud : sebentar ibu, aku sibuk bikin proposal. Kalau tidak selesai, bosku pasti marah marah. Bisa-bisa aku dipecat.
Serli : ibu itu diam, dia menunggu. Tapi anaknya tak juga beranjak mengambilkan minum. Kembali dia memanggil kembali kepada anaknya. “ anakku ibu haus, ambilkan ibu minum.”
Isnan : “ sebentar ibu, apa ibu tidak tahu aku sibuk. Kalau aku tinggal sebentar saja, inspirasi yang ada di otakku akan hilang.
Nur : wanita itu diam, tetesan air mata mulai mengalir. Kembali dia lirih memanggil, “ anakku, ibu haus.”
Mahmud : anak laki lakinya berdiri setengah marah dia menghertak ibunya :” ibu ini cerewet sekali.
Lalu dia menyodorkan air minum, sambil berkta.” Sudah jangan berisik lagi. Aku sibuk. Tidurlah.
Nur : malam itu ibunya tertidur, angin malam yang dingin telah membelai rambut putihnya. Ada kedamaian dalam segallanya. Sang anak tidak menyadari kalu di malam itu sang ibu telah pergi.
Mahmud : esok paginya, setelah ibu itu dimakamkan. Sang anak menemukan selarik kertas di bawah bantal. Dia tidak tau kapan ibunya menulis kertas itu.
Serli : perlahan anak itu membuka dan membaca barisan kata yang tertera di keras putih.
Isnan : tiga puluh tahun yang lalu, aku melahirkan seorang anak. Dulu setiap dia lapar, aku selalu menyuapinya dengan tanganku. Kini disaat aku lapar, tangan anakku justru mengusirku dari rumah mewahnya. Dulu kalau dia kepanasan, kututupi kepalanya dengan topi, kubopong dia kalau dia capek berjalan jauh.
Nur : tapi kini anakku membiarkan aku kepanasan, dan capek dalam perjalanan pulang.
Mahmud : dulu saat dia panas, ku tunggu dia siang malam dengan harap harap cemas. Kutinggalkan semua pekerjaan untuk mengompres dan mengobati dia. Ku ayun dia sampai tertidur. Kutiupkan doa untuk mengurangi sakitnya.
Serli : tapi kini anakku tidak ada di sisiku disaat aku terbaring lemah dalam sakit yang parah. Dia lebih berat dengan pekerjaannya. Dia lebih takut kepada bosnya.
Nur : “ anakku apakah kamu tidak tahu sayang, kunci kesuksesanmu  ada di sini, di mulut ibumu sendiri. Mengapa kau selalu memikirkan duniamu saja.
Isnan : “ ya alloh, maafkan aku, yang tidak bisa mendidik anakku dengan baik. Dia tidak salah ya alloh. Maafkan dia karena sebagai ibunya aku memang terlalu memanjakannya. Maafkan aku.
Nur : selesai membanya surat ibunya, air mata anak itu meleleh di pipi. Dadanya bagai dihimpit batu beton yang sangat berat. Penyesalan memang datang terlambat.
Mahmud : karena itu, marilah kita ambil pelajaran dari cerita tadi, ibuku tidak pernah membiarkan aku kepanasan, tangannya selalu terulur menghapus keringatku. Tapi kadang aku membiarkan ibu kita kepanasan di sawah. ` dan tangan aku tak terulur untuk menghapus tetesan keringatnya.
Serli : dulu ibuku selalu membawaku dengan sepedanya. Bila jalan naik, ibuku turun dan membawanya dengan hati hati. Bila ada kereta lewat, ibuku selalu berhenti dan membiarkan aku untuk melihatnya sampai puas.
Tapi kadang aku marah, ogah, malas bila disuruh ibu mengantarnya ke pasar, ke warung atau ke tempat lain.
Nur : ibuku tidak pernah letih membawaku dalam kandungan 9 bulan, menggendongku ketika kecil. Tapi kadang aku sering beralasan lelah, capek, malas bila membantu ibuku.
Isnan : aku bisa berjalan, makan, belajar, tahu baik dan buruk itu dari ibu, tapi kadang aku tidak pernah membantu ibu apapun.

0 komentar:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright 2013 WahyuajiGitulo: Drama Template by CB Blogger Template. Powered by Blogger